Setiap orang di dunia ini pasti memiliki mimpi atau cita-cita yang
ingin dicapainya. Namun, itu tidak dapat diraih seperti mudahnya membalikkan
telapak tangan. Akan banyak terpaan ujian yang datang menyapa kepada sang
pemimpi. Terkadang terpaan ujian tidak hanya berasal dari luar. Bisa saja
berasal dari dalam diri sendiri. Semangat untuk meraih mimpi pada awalnya
menyala-nyala bagaikan api unggun perkemahan. Tetapi seiring waktu api itu
tidak bertahan dan menjadi kecil seperti api pada lilin. Dan keraguan dalam
diri lah yang dapat menyebabkan hal itu terjadi.
Hal ini juga yang
dialami oleh penulis bernama Asmarani Rosalba atau yang dikenal dengan nama
Asma Nadia. Ketika pertama kali diminta redaktur sebuah majalah Islam untuk
menulis cerpen, beliau ragu untuk menerimanya. Bahkan beliau mengatakan :
“Saya tidak yakin
bisa menulis. Saya tidak yakin berbakat menulis !”
Rasa ragu dan
rendah diri ini berawal saat pertama kali beliau mencoba menulis cerpen ketika
masih di sekolah menengah. Akhirnya ia mencoba membuat cerpen itu. Begitu lama
ia menyusun kata demi kata. Menyusun kalimat demi kalimat untuk cerpen
pertamanya ini. Dan akhirnya cerpen pertamanya selesai. Dengan penuh semangat,
cerpen yang dihasilkannya tadi ia berikan kepada seniornya yang merupakan sosok
yang dihormatinya saat itu untuk dibaca di teater. Berharap mendapat respon
positif, sang senior justru memberikan komentar pedas :
“Cerpennya
picisan, gak istimewa!”
Siapapun akan
langsung down dan ingin menyerah ketika mendengar hal seperti itu.
Begitu pula dengan beliau. Beruntung ia memiliki kakak yang selalu mendorong
dan mendukungnya untuk tetap menulis. Asma Nadia merupakan adik dari penulis
buku Helvy Tiana Rosa yang memiliki pengalaman menulis di berbagai media. Butuh
waktu lama untuk meyakinkan adiknya bahwa ia bisa untuk menulis. Sekalipun
awalnya agak ragu akan kemampuannya, akhirnya dirinya memberanikan diri untuk
terus menulis.
Dirinya mulai
menulis cerpen demi cerpen dan dikirimkan ke berbagai majalah. Ada cerpen yang
diterima. Ada pula yang ditolak oleh redaktur majalah. Dirinya pun mencoba
mengikuti lomba demi lomba. Ada yang berhasil ia raih menjadi juara. Ada juga
yang gagal untuk menjadi seorang juara.
Ketika datang sebuah kesempatan, ada penerbit yang pertama kali tertarik
membukukan karya-karya yang dibuatnya, ia sempat ragu. “Apa bisa laku terjual
?”
Asma Nadia sudah
menerima 7 penghargaan nasional dibidang kepenulisan. Tidak hanya itu, beliau
juga diundang dalam berbagai forum nasional maupun internasional, di antaranya
: Korea, Mesir, Malaysia, Hongkong, Swiss, Jerman, Brunei, Italia, Inggris dan
Jepang. Beberapa bukunya telah diterbitkan dibeberapa negara lain seperti
Malaysia dan India.
Keberhasilan ini
awalnya lahir dari sebuah keraguan untuk bisa menulis. Sekalipun pada awalnya
Asma Nadia ragu, ia tetap berani mencoba dan meneruskan untuk menulis.
Pelecehan dan penolakan yang dialami, tidak membuatnya berhenti untuk terus
berusaha. Asma Nadia tidak membiarkan keraguan atas kemampuan dirinya sebagai
hambatan untuk terus berkarya.
Ketika keraguan muncul
di benak kita, hanya akan ada dua pilihan yang bisa dipilih. Pertama, untuk
menyerah dan menuruti kemauan dari rasa ragu. Kedua, membiarkan rasa ragu untuk
tetap melakukan pekerjaannya dalam dirimu, tapi dirimu tidak mengindahkannya
dan terus berusaha mencapai apa yang ingin dicapai. Dan yang tidak akan
menyerah pada keraguan, akan melihat
pelangi indah di ujung sana setelah melewati badai hujan yang menerpa.
Komentar
Posting Komentar